“ Nanti kalau aku sudah pergi, ummi pasti merindukanku.”
“
Bukan ummi yang akan merindukanmu, tapi kau yang akan merindukan ummi.” Jawab
ummi santai sambil tetap memungut telur yang baru saja keluar dari buntut ayam
di depannya. Saat itu ketika kami sedang di peternakan.
“
Oya, yakin???” ucapku melirik ummi menyelidiki seperti apa reaksi
ummi menanggapi pertanyaanku.
“
Tentu.” Jawabnya sambil berbalik arah dan meninggalkanku. Sekilas sempat
kutangkap ummi mengulum senyum penuh kemenangan di bibirnya. Ah, lagi-lagi ummi
berhasil menggodaku.
Ummi
selalu membuatku penasaran dengan perasaannya. Selama bersamanya, tak pernah
beliau menyatakan rasa sayangnya secara langsung, atau pun
memberikan perhatian khusus padaku. Bukannya aku menganggap ummi tak
menyayangiku, hanya saja aku ingin ummi mengungkapkannya, paling tidak agar aku
merasa aku sangat berarti dalam hidupnya. Namun tak ku pungkiri, sempat
terpikir mungkin ummi tak menyangiku. Tapi, segera kutangkis pemikiran itu.
****************
“
Aku pamit ya, ummi.” Ucapku terisak sambil memeluk ummi. Hanya beberapa detik
dalam dekapannya, ummi melepaskan pelukanku.
“Sudah,
berangkat sana!!! Abi sudah menunggu.” Kata ummi sedikit mendorongku.
Aku
menatap ummi selama beberapa saat. Masya Allah, tak kutemukan sedikit pun air
mata di bawah kelopak matanya. Bahkan berkaca-kaca saja tidak. Wahai, ummi… terbuat
dari batukah hatinya??? Padahal aku akan pergi jauh dan tentu dengan
waktu yang lama. Tapi, mengapa tak Nampak kesedihan di wajahnya.
Ummi…
Aku
pergi….
**************
“Apa
kabar, ummi?”
“Alhamdulillah
baik.”
“Alhamdulillah,
kalau begitu. Emm… ummi tak mau Tanya kabarku?” ucapku merajuk.
“Tidak
perlu. Pasti kau baik-baik saja, bukan?”
“Yah,
basa-basi kek!!! Ummi nggak asyik, deh.” Aku sedikit memonyongkan bibirku. Sementara
itu, di seberang sana ummi balik telepon terdengar tertawa.
Yah,
aku kembali gagal membuat ummi mengakui kerinduannya padaku. Padahal, nenek
pernah bilang bahwa ummi sesekali sholat di kamarku dan akan keluar dengan sembab.
Ummi…
Mengapa
apa sulitnya mengakui, engkau mencintaiku? Toh, aku adalah buah
hatimu. Bukan orang lain yang haram untuk kau cintai. Hingga saat itu, perasaan
ummi masih misteri bagiku….
Hingga
pada hari itu, hari ketika aku menyadari perasaan ummi yang sesungguhnya.
Bagaimana ternyata rasa sayang ummi sebenarnya begitu melimpah, tetapi aku
telah buta. Aku mengharapkan sesuatu yang ummi bukan tidak
memilikinya, hanya saja ummi curahkan dengan cara yang berbeda.
**************
“Ummi,
sesungguhnya Linda rindu ummi. Linda ingin pulang dan bersama ummi lagi. Linda
rindu ummi… rindu…”
Hari
itu tepat empat bulan aku jauh dari ummi. Karena rinduku yang sudah tak
tertahankan akhirnya aku menulis pesan singkat kepada ummi seperti di atas.
Dengan ragu aku menekan tombol “send” pada keyword ponselku. Namun, akhirnnya
pesan itu terkirim juga.
Selama
beberapa menit aku menunggu balasan dari ummi dengan berdebar-debar. Aku sangat
mengenal ummi. Dan sepanjang aku mengenalnya, ummi bukanlah tipe
orang yang suka puitisasi. Ummi cenderung terus terang dan sedikit acuh.
Aku
sedikit terkejut ketika ponselku berdering tanda sebuah pesan telah masuk.
“Pasti dari ummi.” Pikirku. Setelah menarik nafas panjang, aku
membuka pesan itu dan membacanya secara perlahan.
“Ummi juga
merindukanmu. Ummi juga ingin kau tetap di sini, bersama ummi. Tapi, keinginnan
ummi agar kau lebih baik dari ummi itu jauh lebih besar. Bukankah kau punya
cita-cita? Kau harus meraihnya!!! Jadilah lebih baik dari ummi dan abi_mu.
Bersabarlah, nak. Jika cita-citamu sudah kau genggam, insya Allah kita akan
bersama lagi.
Ingat!!! Jangan menangis . Mukamu jelek kalau
menangis .”
Air
mataku berlinang, hatiku trenyuh dan meleleh. Ya, Allah betapa selama ini aku
begitu jahat. Aku menginginkan ummi memahami perasaanku, tetapi aku tak peka
atas perasaan ummi. Bahkan, dengan kejamnya aku berpikir ummi tak menyayangiku.
Ya,
hati ummiku memang seperti batu. Batu kokoh yang selalu kujadikan penopang
ketika aku lemah. Batu tempatku bersembunyi ketika aku tak ingin “ditemukan”.
Sepanjang
hidupnya ummi merasakan kejamnya kehidupan. Menjadi yatim ketika berusia belia.
Dan mencari penghasilan sendiri untuk sekolahnya. Hingga akhirnya pendidikannya
putus di tengah jalan. Lalu belum lagi, hinaan yang menekan.
Ummi…
betapa selama ini beliau tidak ingin aku mengalami apa yang pernah dia
alaminya. Betapa keras usahanya untuk agar aku bahagia. Betapa dia
menguatkanku, ketika aku tak berdaya. Dan betapa ummi selalu mengukir senyum
ketika aku lelah. Ya, Allah!!! Seumur hidupku aku nyaris tak pernah mendapati
ummi meneteskan air mata.
Ya,
Allah!!! Terima kasih telah memilih perempuan hebat itu untuk melahirkanku.
Ampunilah segala dosanya, Ya Allah. Dan sayangilah dia sebagai mana dia selalu
menyangiku sepanjang hidupnya…
Sumber : MADAH
Posting Komentar
Silahkan beri komentar...atau langsung di Buku Tamu...Tentu kami mengharap komentar yang Anda kirim adalah komentar yang menggunakan kata-kata yang baik dan sopan, jangan lupa cantumkan identitas Anda dan tidak menggunakan Anonim. syukran
youtube downloader