Cintaku Padamu Tak Terpatri

0 komentar
“ Nanti kalau aku sudah pergi, ummi pasti merindukanku.”

“ Bukan ummi yang akan merindukanmu, tapi kau yang akan merindukan ummi.” Jawab ummi santai sambil tetap memungut telur yang baru saja keluar dari buntut ayam di depannya. Saat itu ketika kami sedang di peternakan.
                
“ Oya, yakin???” ucapku  melirik ummi menyelidiki seperti apa reaksi ummi menanggapi pertanyaanku.


“ Tentu.” Jawabnya sambil berbalik arah dan meninggalkanku. Sekilas sempat kutangkap ummi mengulum senyum penuh kemenangan di bibirnya. Ah, lagi-lagi ummi berhasil menggodaku.

Ummi selalu membuatku penasaran dengan perasaannya. Selama bersamanya, tak pernah beliau  menyatakan rasa sayangnya secara langsung, atau pun memberikan perhatian khusus padaku. Bukannya aku menganggap ummi tak menyayangiku, hanya saja aku ingin ummi mengungkapkannya, paling tidak agar aku merasa aku sangat berarti dalam hidupnya. Namun tak ku pungkiri, sempat terpikir mungkin ummi tak menyangiku. Tapi, segera kutangkis pemikiran itu.

****************

                “ Aku pamit ya, ummi.” Ucapku terisak sambil memeluk ummi. Hanya beberapa detik dalam dekapannya,  ummi melepaskan pelukanku.

“Sudah, berangkat sana!!! Abi sudah menunggu.” Kata ummi sedikit mendorongku.

Aku menatap ummi selama beberapa saat. Masya Allah, tak kutemukan sedikit pun air mata di bawah kelopak matanya. Bahkan berkaca-kaca saja tidak. Wahai, ummi… terbuat dari batukah hatinya??? Padahal aku akan pergi jauh dan tentu  dengan waktu yang lama. Tapi, mengapa tak Nampak kesedihan di wajahnya.

Ummi…

Aku pergi….

**************

“Apa kabar, ummi?”

“Alhamdulillah baik.”

“Alhamdulillah, kalau begitu. Emm… ummi tak mau Tanya kabarku?” ucapku merajuk.
                
“Tidak perlu. Pasti kau baik-baik saja, bukan?”

“Yah, basa-basi kek!!! Ummi nggak asyik, deh.” Aku sedikit memonyongkan bibirku. Sementara itu, di seberang sana  ummi balik telepon terdengar tertawa.

Yah, aku kembali gagal membuat ummi mengakui kerinduannya padaku. Padahal, nenek pernah bilang bahwa ummi sesekali sholat di kamarku dan akan keluar dengan sembab.

Ummi…

Mengapa apa sulitnya mengakui, engkau  mencintaiku? Toh, aku adalah buah hatimu. Bukan orang lain yang haram untuk kau cintai. Hingga saat itu, perasaan ummi masih misteri bagiku….

Hingga pada hari itu, hari ketika aku menyadari perasaan ummi yang sesungguhnya. Bagaimana ternyata rasa sayang ummi sebenarnya begitu melimpah, tetapi aku telah buta. Aku mengharapkan sesuatu yang  ummi bukan tidak memilikinya, hanya saja ummi curahkan dengan cara yang berbeda.

**************

“Ummi, sesungguhnya Linda rindu ummi. Linda ingin pulang dan bersama ummi lagi. Linda rindu ummi… rindu…”

Hari itu tepat empat bulan aku jauh dari ummi. Karena rinduku yang sudah tak tertahankan akhirnya aku menulis pesan singkat kepada ummi seperti di atas. Dengan ragu aku menekan tombol “send” pada keyword ponselku. Namun, akhirnnya pesan itu terkirim juga.

Selama beberapa menit aku menunggu balasan dari ummi dengan berdebar-debar. Aku sangat mengenal  ummi. Dan sepanjang aku mengenalnya, ummi bukanlah tipe orang yang suka puitisasi. Ummi cenderung terus terang dan sedikit acuh.

Aku sedikit terkejut ketika ponselku berdering tanda sebuah pesan telah masuk. “Pasti dari ummi.”  Pikirku. Setelah menarik nafas panjang, aku membuka pesan itu dan membacanya secara perlahan.
                
“Ummi  juga merindukanmu. Ummi juga ingin kau tetap di sini, bersama ummi. Tapi, keinginnan ummi agar kau lebih baik dari ummi itu jauh lebih besar. Bukankah kau punya cita-cita? Kau harus meraihnya!!! Jadilah lebih baik dari ummi dan abi_mu. Bersabarlah, nak. Jika cita-citamu sudah kau genggam, insya Allah kita akan bersama lagi.

Ingat!!! Jangan menangis . Mukamu jelek kalau menangis .”

Air mataku berlinang, hatiku trenyuh dan meleleh. Ya, Allah betapa selama ini aku begitu jahat. Aku menginginkan ummi memahami perasaanku, tetapi aku tak peka atas perasaan ummi. Bahkan, dengan kejamnya aku berpikir ummi tak menyayangiku.

Ya, hati ummiku memang seperti batu. Batu kokoh yang selalu kujadikan penopang ketika aku lemah. Batu tempatku bersembunyi ketika aku tak ingin “ditemukan”.

Sepanjang hidupnya ummi merasakan kejamnya kehidupan. Menjadi yatim ketika berusia belia. Dan mencari penghasilan sendiri untuk sekolahnya. Hingga akhirnya pendidikannya putus di tengah jalan. Lalu belum lagi, hinaan yang menekan.

Ummi… betapa selama ini beliau tidak ingin aku mengalami apa yang pernah dia alaminya. Betapa keras usahanya untuk agar aku bahagia. Betapa dia menguatkanku, ketika aku tak berdaya. Dan betapa ummi selalu mengukir senyum ketika aku lelah. Ya, Allah!!! Seumur hidupku aku nyaris tak pernah mendapati ummi meneteskan air mata.

Ya, Allah!!! Terima kasih telah memilih perempuan hebat itu untuk melahirkanku. Ampunilah segala dosanya, Ya Allah. Dan sayangilah dia sebagai mana dia selalu menyangiku sepanjang hidupnya…

Sumber : MADAH



Posting Komentar

Silahkan beri komentar...atau langsung di Buku Tamu...Tentu kami mengharap komentar yang Anda kirim adalah komentar yang menggunakan kata-kata yang baik dan sopan, jangan lupa cantumkan identitas Anda dan tidak menggunakan Anonim. syukran























youtube downloader