“Apa itu ‘anaa’
?” semua teman kelasku tertawa mendengar pertanyaanku. Yah itulah awal saya
belajar Bahasa Arab di semester 1 Universitas Muslim Indonesia. Tanpa dasar dan
tidak tau apa-apa. Semua teman kelasku ketika itu adalah rata-rata lulusan
pesantren dan ‘aliyah. Hanya segelintir orang yang berlatarbelakang sekolah
umum dan sayalah satu diantara orang-orang tersebut. Air mataku hampir menetes
di depan teman-teman. Saya merasa sayalah orang yang paling bodoh. Dan bisa
ditebak ketika nilai semester tersebut keluar, nilai Bahasa Arab saya seperti
terdapat sirine yang terus mengaung disebabkan
nilainya yang kurang bagus.
Yah, setidaknya itu menjadi sedikit
motivasi yang mencambuk saya untuk belajar Bahasa Arab. Pada akhirnya saya
putuskan untuk mengikuti sebuah kursus bersama teman-teman. Namun, di tempat
kursus pun saya tidak mengerti apa yang dibicarakan. Saya ingin menghentikan
langkah, namun motivasi terus mengalir dari teman-teman. Mereka mengatakan
bahwa seperti itulah belajar Bahasa Arab, bertahan saja, kumpulkan informasi,
nanti pada akhirnya akan mengerti juga. Atas bujukan tersebut, saya pun
bertahan. Saya mencatat segala yang diberikan, menghafal apa yang diperintahkan.
Tidak bertahan lama, akhirnya saya
berpindah dari satu guru ke guru yang lain. Sampai pada guru yang ke-4 saya
merasakan betul apa yang dikatakan oleh teman-teman saya dimasa lalu. Bahwa
dengan sabar dalam bertahan sembari mengumpulkan informasi, sedikit demi
sedikit saya pun mengerti. Meski tidak terlalu paham secara mendalam ,
setidaknya ada ilmu yang bisa dipetik.
Hari berganti, semakin saya memahami
mengapa seorang muslim itu wajib belajar Bahasa Arab. Motivasi yang diberikan
oleh pembina saya di kajian Islam semakin meruncingkan semangat untuk belajar
Bahasa Arab. Kecintaan kepada bahasa asing lainnya kini telah tergantikan oleh
bahasa langit dan bumi. Dan tidak tergoyahkan. Padahal ketika SMA dulu, ingin
sekali saya kuliah di Universitas Negeri Makasar (UNM) jurusan Bahasa Inggris
karena terkesan keren dan gaul. Namun, ternyata seiring dengan perjalanan
kehidupan saya pun kini mengerti bahwa ada bahasa pemersatu dan bahasa yang
dengannya ketika kita memahaminya, membaca Al Qur’an pun serasa menyelam di
dasar laut dengan keindahan yang tidak nampak oleh semua mata.
Cinta akan Bahasa Arab semakin
tumbuh, bagaikan pepohonan yang terus tumbuh menjulang ke langit dengan adanya
motivasi dari matahari dan hujan. Kini, saya telah berada di pintu akhir, menyelesaikan
tugas akhir. Dan ketika hal tersebut berakhir maka sebutan sebagai mahasiswi Universitas
Muslim Indonesia (UMI) pun tamat. Di tengah-tengah kesibukan memikirkan judul
yang tepat untuk penyelesaian akhir, berita kebaikan datang dari pondok kebaikan.
Al-Birr, yah itulah namanya. Sebuah ma’had yang akan mengantarkanku pada
kecintaanku selama ini.
Berita pertama datang namun, dengan
beberapa pertimbangan akhirnya saya batalkan untuk mendaftar. Kesempatan itu
pun berlalu, namun Allah memberikan lagi kesempatan kedua. Di tahun yang
berbeda, datanglah berita kedua dan saya merasa ini adalah peluang emas yang
tidak boleh kusia-siakan untuk kedua kalinya. Terlebih bahwa ada beberapa
akhawat yang juga di semester penutup UMI yang persis sama dengan saya. Kami
saling memotivasi, bahu membahu membangun semangat. Salah satu semangat itu ;
meski kita berada di Al-Birr, tugas akhir pun harus berakhir. Dan kita bisa.
Allahu Akbar!
Hari pendaftaran tiba, dua temanku
menjadi relawan untuk mengurus segala sesuatunya. Mulai dari surat rekomendasi,
pengambilan formulir dan lain-lain. Pada saat itu keuanganku bukannya menipis,
tapi jebol. Namun, dengan adanya teman seperjuangan, akhirnya ia menginfakkan
hartanya demi membiayai pendaftaran. Katanya yang penting ada kemauan. Ujian
pun tiba, dan diakhir pengumuman, kami semua Lulus.
Ketika lulus, keuanganku masih belum
tertanggulangi, yang pada akhirnya kembali saya harus mencari pinjaman untuk
biaya pendaftaran ulang sebesar 300.000 rupiah. Dan lagi-lagi, saudara seperjuangan
ke Ma’had Al-Birr rela untuk meminjamkan uangnya. Banyak dari teman-teman saya
yang pesimis, bahwa ketika saya kuliah di Al-Birr maka skripsi akan tertunda.
Dan saya katakan “ tidakji itu “, pada kenyataannya, memang tertunda.
Tapi, itu bukan karena saya kuliah di Al-Birr, mempelajari bahasa mulia ini.
Dan itu saya tegaskan bukan sebagai penghalang.
Skripsi pasti berlalu, seiring dengan
kuliahnya saya di Al-Birr. Sekarang saya telah duduk di al mustawa at tamhidiy (
semester perisapan ) dan saya akan buktikan kepada dunia bahwa segalanya
tidak akan menghambat selagi ada kemauan. Kata ‘Umar bin Khattab rhadiyallahu
‘anhu : pelajarilah bahasa arab dengan sungguh-sungguh karena ia adalah bagian
dari agama kalian.
Mari
belajar Bahasa Arab…insyaAllah berkah, pahala,dan akan selalu dimudahkan." Bait-Bait Cinta di Ma'had Al-Birr " oleh Uginaumi
Posting Komentar
Silahkan beri komentar...atau langsung di Buku Tamu...Tentu kami mengharap komentar yang Anda kirim adalah komentar yang menggunakan kata-kata yang baik dan sopan, jangan lupa cantumkan identitas Anda dan tidak menggunakan Anonim. syukran
youtube downloader