Paksaan Berbuah Hidayah

Kita menjadi baik ketika lingkungan dimana kita berada baik, dan kita akan menjadi baik bila teman yang kita gauli adalah orang yang baik pula. Begitu pula sebaliknya. Dimana kita berada maka disitulah kita akan menjadi diri kita.

Sebut saja namanya miya (nama samaran) ia adalah seorang wanita biasa yang minim agama dan ia pun tinggal dilingkungan yang bisa dibilang lingkungan bebas. Baiklah ia memang berjilbab namun pada dasarnya jilbabnya adalah jilbab yang biasa dipakai oleh wanita-wanita zaman  sekarang ini. 

Ia pun acapkali  bergaul dengan laki-laki yang jelasnya bukan siapa-aiapanya dia. Baiklah dia memang tidak pacaran,tapi pergaulannya bisa dibilang tidak bagus untuk kalangan akhwat. Aku juga bersyukur dia tidak seperti remaja lainnya yang doyan hangout dan keluar malam bersama teman-temannya. Kalaupun jalan pasti selalu ramai-ramai dan dia tahu waktu. 

Setelah lulus SMA ia ingin melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi yang ia inginkan namun tak
terlaksana karena ia bukan dari kalangan keluarga mampu, akhirnya ia memutuskan untuk bekerja ke luar kota (tanpa mahrom tentunya) dan untunglah 2 hari sebelum ia berangkat ke luar kota kakaknya yang seorang ikhwan datang, setelah kakaknya tahu niatnya dia langsung berkata “tidak” dan kakaknya membicarakan niatnya untuk membawa miya ikut bersamanya di kota dimana ia tinggal dan bekerja.

 Dan akhirnya dia pun ikut kakaknya pergi meninggalkan kampungnya tanpa tahu apa yang akan ia lakukan disana nantinnya.

Sesampainya di tempat kakaknya ia masih tidak tahu apa yang akan ia lakukan. Lalu suatu hari
kakak temanku yang pertama yang juga seorang ikhwan menyuruhnya untuk kuliah syariat islam untuk lebih mendalami agama islam. Namun ia menolak dengan keras tapi itu tak berpengaruh pada kakaknya.

Aku juga tahu betul kalau kakaknya itu adalah orang yang keras dan juga kaku. Mau tidak mau dia harus menurut dengan kakaknya. Saat itu dunia serasa runtuh baginya semua yang telah ia rencanakan hancur seketika ketika ia menuruti kakaknya semua tak berjalan sesuai rencannya  (begitu pikirnya) tak ada yang dapat menolongnya  “apa benar aku harus menurut pada kakakku?”  begitu terus pikirannya.

Subhanallah sekali memang manusia bisa berencana dan ALLAHlah yang menentukan. Dan sebelum kuliah dia masuki terlebih dahulu ia ikut tarbiyah (dengan andil kakaknya tentunya). Dia mulai ikut tarbiyah,ta’lim dan rangkaian kegiatan keagamaan yang ada.

Ia mulai dekat dengan orang yang berjilbab besar dan bercadar padahal sebelumnya pandangannya sinis terhadap orang yang berjilbab besar lagi bercadar pula, tapi karena ia
melihat segala yang baik, pandangannya mulai berangsur-angsur luluh dan pupus,
ia mulai menerimanya. Ia pun mulai merubah sikap dan sifat-sifatnya pada masa jahiliyahnya dulu, pelan-pelan dan berangsur-angsur dari yang pakai celana mulai pakai rok dan hal-hal kecil lainnya.

Suatu ketika kakak iparnya yang seorang akhwat memberinya jilbab besar namun ia menolaknya
dengan alasan ia belum siap malu kalau pake jilbab besar tapi tak tahu apa-apa tidak ada hafalannya juga. Namun kakaknya segera menasehati kalau jilbab besar ini memang syariat dan insyaallah beginilah seorang muslimah yang baik tapi memang saat itu belum mendapat hidayah dari ALLAH.

Dan suatu hal yang mengejutkan terjadi hari pertama ia kuliah ia telah menjadi seorang akhwat,
sungguh luar biasa ia menjadi lebih anggun, teman-teman tarbiyahnya pun ikut senang dengan perubahan pada diri miya. Sekarang ia telah menjadi seorang akhwat yang insyaallah akan memberikan perubahan untuk umat dan akan menjadi wanita idaman surga. Dan istiqomah dengan yang ia jalani saat ini. Amin.....

Do’a-da’a kami selalu menyertaimu wahai saudariku, jalani sesuatu yang terbaik bagimu jangan terima yang tidak maximal dari yang bisa kamu capai. And “do what good for you or you not good for everyone”

Mahram : Hubungan kekeluargaan yang tidak bisa dinikahi antara laki-laki dan perempuan

Sumber : MADAH