ياأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa.” (Al-Hujurat: 12)
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa.” (Al-Hujurat: 12)
Saudaraku seiman..
Prasangka adalah salah satu elemen dalam jiwa kita yang memiliki kelakuan seperti nafsu, sulit dikendalikan. Ia merupakan sifat manusia yang sering mengambil peran sebelum akal sehat menerima suatu kejadian. Padahal dalam Islam ia adalah seusatu yang jelas pelarangannya, karena mampu menimbulakan dampak yang banyak dan bahkan berlebihan dari sepantasnya.
Dari ayat pembuka dari tulisan ini kita fahami bahwa Allah memerintahkan hamba-Nya untuk meninggalkan kebanyakan dari prasangka, dan bukan berarti meninggalkan keseluruhan dari prasangka. Karena sebuah prasangka lahir dari tanda-tanda yang memang mengarah kepadanya, apakah prasangka baik atau buruk. Ini tabiat dasar manusia, ketika mendapat tanda-tanda maka mau tidak mau seorang manusia akan tunduk pada tanda tersebut. Hal seperti ini tidaklah mengapa, yang terlarang adalah ketika berprasangka tanpa adanya tanda-tanda karena merupakan dusta.
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman melarang hamba-hamba-Nya dari banyak persangkaan, yaitu menuduh dan menganggap khianat kepada keluarga, kerabat dan orang lain tidak pada tempatnya. Karena sebagian dari persangkaan itu adalah dosa yang murni, maka jauhilah kebanyakan dari persangkaan tersebut dalam rangka kehati-hatian. Kami meriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, ‘Janganlah sekali-kali engkau berprasangka kecuali kebaikan terhadap satu kata yang keluar dari saudaramu yang mukmin, jika memang engkau dapati kemungkinan kebaikan pada kata tersebut’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 7/291)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah menyampaikan sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوْا، وَلاَ تَجَسَّسُوْا، وَلاَ تَنَافَسُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهَ إِخْوَانًا كَمَا أَمَرَكُمْ، الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَهُنَا، التَّقْوَى ههُنَا -يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ- بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ، إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ، وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ
Prasangka yang dimaksud diatas adalah yang sampai pada tahap penuduhan, dan ia termasuk pendzoliman. Bagaimana bisa kita menuduh saudara kita pada apa-apa yang tak ada padanya. Seperti tuduhan berzina, meminum khamr, berjudi dan sebaginya tanpa pembuktian-pembuktian yang jelas. Mungkin sekedar seringnya melihat dia bergaul dengan para peminum khamr dan sebaginya. Jelas ini lah yang dilarang dalam riwayat-riwayat di atas.
Terlebih dilarang nya kita berprasangka buruk pada seorang muslim yang secara dzhahir berpenampilan baik dan terjaga kehormatannya, hanya karena mendengar berita-berita “ miring “ akannya.Tak ada yang paling pantas kita lakukan kecuali berprasangka baik padanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَوْلاَ إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ
“Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong tersebut, orang-orang mukmin dan mukminah tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri dan mengapa mereka tidak berkata, ‘Ini adalah sebuah berita bohong yang nyata’.” (An-Nur: 12)
Dalam Al-Qur`anul Karim, Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela orang-orang Badui yang takut berperang ketika mereka diajak untuk keluar bersama pasukan mujahidin yang dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang-orang Badui ini dihinggapi dengan zhan yang jelek.
سَيَقُولُ لَكَ الْمُخَلَّفُونَ مِنَ اْلأَعْرَابِ شَغَلَتْنَا أَمْوَالُنَا وَأَهْلُونَا فَاسْتَغْفِرْ لَنَا يَقُولُونَ بِأَلْسِنَتِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ بِكُمْ ضَرًّا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ نَفْعًا بَلْ كَانَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا. بَلْ ظَنَنْتُمْ أَنْ لَنْ يَنْقَلِبَ الرَّسُولُ وَالْمُؤْمِنُونَ إِلَى أَهْلِيهِمْ أَبَدًا وَزُيِّنَ ذَلِكَ فِي قُلُوبِكُمْ وَظَنَنْتُمْ ظَنَّ السَّوْءِ وَكُنْتُمْ قَوْمًا بُورًا
Inilah fenomena yang sedang terjadi di kalangan kita, tak terkecuali para penuntut ilmu syar’I dan penyeru dakwah. Dimana kita mengatakan bahwa mata kita tidaklah buta, telinga kita tidaklah tuli, dan otak kita tidaklah mandeg untuk menganalisa perbuatan saudara kita dan menanggapi berita “ miring” akannya, hingga kita menyemayamkan prasangka buruk dalam hati kita dan ikut menilainya sama dengan berita tersebut. Allahul Musta’anu! Hendaklah kita kembali melihat hadits-hadits dan ayat-ayat di atas dan kembali membenahi hati-hati kita sebelum kebinasaan menjumpai.
Mari ber-Positive Thinking…
Saudaraku seperjuangan…
Seorang muslim yang kuat adalah yang mampu mengarahkan prasangka buruknya pada kebaikan saudaranya, tentu Saya tak ingin memperingatkan diri-diri kita saja tanpa memberi solusi atasnya, sebagaimna yang selalu dilakukan Tauladan terbaik kita Rasuullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ketika kita harus berprasangka maka marilah berusaha untuk :
1. 1. Tumbuhkan semangat positive thinking setinggi-tingginya
Tentu kita selalu ingin merubah dan memperbaiki diri kita hari demi hari..ini salah satu
caranya.Just Be yourself but you should change to be a good person.
2. 2. Sugestikan pikiran "Saya harus ber positive thinking"
Sugestikan pikiran kita sendiri dengan harus selalu berpikir positif misalnya dengan
berkata "ayo positive thinking!" 10x ucapkan dalam hati dan jangan lupa perbanyak
istighfar. Ketika tiba-tiba pikiran negatif terlintas barang sedetik saja bersegeralah
beristighfar dalam hati sebanyak-banyaknya.
3. 3. Paksakan hati untuk ber positive thinking
Paksaan seperti ini tidak akan menyengsarakan orang, bahkan memberi kita kebaikan.
Cari lasan sebanyak-banyak mungkin ketika prasangka buruk datang..” mungkin ini…”, “
mungkin itu…”..dan sebagainya.
4. 4.Yakin Bisa
Untuk kebaikan dan perbaikan diri kita harus yakin bahwa kita bisa melakukannya.
5. 5. Bergaullah dalam lingkungan yang baik
Lingkungan selalu memberi pengaruh yang cukup besar bagi pribadi dan fikiran kita.
Maka beranikanlah diri kita untuk memasuki komunitas orang baik. InsyaAllah kita bisa
seperti mereka.
Saudaraku…Orang yang beruntung adalah orang yang mendapati dirinya hari ini lebih baik dari kemarin, dan orang yang merugi adalah orang yang mendapati dirinya hari ini sama atau lebih buruk dari hari kemarin. Positive thinking akan menjadikan otak, fisik dan hati kita sehat. Hingga selalu bersemangat untuk beraktivitas dan menciptakan karya-karya yang baik. Maka janganlah tinggal diam dengan prasangka buruk…benahi diri dan hasilkan positive thinking kita tiap detiknya!
Wallahu A’lam…
Sumber :1. Tafsir Ibnu Katsir, 7/291
2. Hadits Bukhari Muslim
3. Al Qur’anul karim
assalamualaykum
BalasHapussiipp izin share ya ???
wa'alaikumussalaam....silahkan
BalasHapus