Setelah mempertimbangkan nasehatnya, kufikir itulah jalan yang terbaik.
Aku harus bertindak tanpa sepengetahuan ibuku. kufikir, tidak semua keinginan
ibuku harus kuikuti. Dalam hal ini Ibuku tak selayaknya kujadikan Imamku. Yang
harus kuikuti kemauannya. Apalagi, Ibuku tak pernah sekalipun terekam dalam
ingatanku bahwa ibuku pernah memerintahkanku untuk shalat. Saat tiba waktu
shubuh, saat aku masih terbaring tidur, ibuku tak pernah sekalipun
membangunkanku. Yah, Ibuku tak pernah peduli apakah aku sudah shalat atau
tidak. Ibuku takut aku bercadar. Ah, bercadar? Seharusnya ibuku tak berfikir
demikian. Manalah mungkin aku akan melakukannya tanpa pengetahuan.
Yah, begitulah Ibuku. Walaupun kurasa Ia adalah wanita yang terbaik dalam
hidupku, wanita yang tangguh yang bisa berdiri sendiri tanpa ayahku
disampingnya. Namun, Ia toh juga manusia biasa. Yang juga mempunyai kekurangan.
Dan dengan mengucap bismillah aku membulatkan tekad untuk maju. Aku siap
dengan segala resiko. Toh, segala urusan sesulit apapun pasti tak akan kekal.
Semua kesulitan akan berakhir seiring dengan berjalannya waktu. Dan pagi itu
aku pun berangkat bersama Humairah dan kebetulan bertepatan dengan tabligh
akbar yang diadakan di ma’had tersebut. Dan dengan meminjam uang salah seorang
temanku, akhirnya formulir pun benar-benar berada ditanganku. Dan saat itu resmilah
aku mendaftar tanpa sepengetahun Ibuku.
Karena formulir sudah ditangan. Maka selanjutnya aku tinggal menunggu
waktu tes. Namun, sehari sebelum tes akan dilangsungkan, hatiku kembali
menciut. Kabar mengejutkan itu datang padaku dari Laila sendiri, bahwa
perkuliahan hanya berlangsung di pagi hari. Sore tak ada apalagi Sabtu dan
ahad. Karena sudah menjadi tekadku, kurasa apapun masalahnya, bagiku sudah tak
jadi masalah. Tapi, bagaimana dengan Laila? Tentu akan masalah baginya. Ia
hanya bisa Sabtu ahad, atau sore.
“Tes aja dulu. Kalau memang benar-benar nggak ada apa boleh buat” saranku
padanya ketika itu.
“Iya juga sih. Sapa tau nanti tiba-tiba ada yah!” katanya masih tetap
optimis.
Esoknya, kami sepakat berangkat bersama dengan menaiki angkutan pete-pete.
Dan dua jam kemudian, tibalah kami dipangkalan ojek. Kami pun turun dari angkut
dan sepakat melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki. Ditengah perjalanan,
jajanan donat ternyata menyita perhatian. Dengan tersenyum Laila meminta untuk
berhenti sejenak, sekedar mengisi perut yang memang sudah kerompongan. Aku
balik tersenyum dan mengiyakannya dengan senang hati. Akhirnya, kami pun
berhenti sejenak dan menyantap beberapa kue. Dan setelah itu kami kembali
melanjutkan perjalanan.
“Jauh sekali Ukh” kata Laila sembari menarik tanganku ketepi jalan untuk
berhenti sejenak.
“Nggak kok. Ukhti kan baru pertama kali kesini makanya ngerasanya jauh”
kataku dengan tersenyum kecil padanya.
“Iya sih” jawabnya dengan tersenyum balik sembari menghapus keringat yang
membasahi wajahnya.
Setelah melepas lelah sejenak, beberapa menit kemudian kami kembali
melanjutkan perjalanan dengan sedikit mempercepat jalan dari sebelumnya.
Pasalnya, tes beberapa menit lagi akan dimulai. Demikian pesan yang kuterima
dari Humairah. Hingga akhirnya kami pun tiba. Walaupun telat tapi alhamdulillah
kami diizinkan masuk.
Satu persatu Tes kuikuti hari itu begitu pun dengan Laila. Mulai dari Tes
tulisan, Tes kesehatan dan terakhir Tes lisan. Semua Tes kami rampungkan hari
itu hingga selesai. Alhamdulillah, kami sangat lega. Karena semuanya berjalan
dengan lancar. Dan setelah itu, kami pun pulang dan untuk selanjutnya tinggal
menunggu pengumuman kepastian.
Satu pekan kemudian....
Tibalah pengumuman itu. Dan alhamdulillah, aku dan Laila diterima. Namun, sayang kebahagiaan itu tak bisa
berlangsung lama. Laila harus mengundurkan diri. Sedih? Jelas aku sedih
tanpanya. Tanpanya disampingku yang bisa menyemangatiku ketika aku putus asa.
Tapi, apa boleh buat. Jalannya harus seperti itu. Aku masih teringat akan
perkataannya dahulu yang membuatku tersenyum perih. Saat kami usai mengikuti
tes.
“Ketahuilah Ukh, bahwa setiap dari kita yang diterima di tempat ini,
adalah orang-orang pilihan Allah”
“Berarti kalau Ukhti nggak diterima, berarti Ukhti bukan pilihan Allah
dong!” tanggapku dengan bercanda.
“Bukan juga. Tapi, tempatku bukan di sini. Tapi, aku diamanahkan oleh
Allah ditempat lain” jawabnya dengan yakin.
Mengingat itu, aku jadi sedih. Namun, juga membuatku semakin kuat dan
optimis. Fikirku, mungkin ini yang terbaik untukku dan itu juga yang terbaik
untuknya. Bagaimanapun, perjuangan harus tetap kulanjutkan.
Dan usai pengumuman kelulusan, selanjutnya adalah mengikuti daurah.
Daurah dilaksanakan selama tiga hari sebelum kuliah perdana dimulai. Dan selama
daurah peserta wajib datang tepat waktu. Jam 7 tepat. Karena hal tersebut, aku
kembali memutar otak karena semuanya harus diperhitungkan dengan cermat. Kalau
salah-salah, bisa-bisa aku telat. Jika star dari jam 05.30, 15 menit mungkin
cukup untuk perjalanan satu kilo, dari rumah ke jalan raya. Kemudian naik
angkut sampai ke kota kira-kira satu jam. Di Kota lalu ke pangkalan ojek juga
satu jam. Sesudah itu jalan masuk ke ma’had kira-kira setengah jam. Setelah
kuperhitungkan ternyata memakan waktu dua jam lebih. Dan masih telat. Tapi,
hanya beberapa menit paling banyak setengah jam. Tak ada jalan lain. Akhirnya,
kuputuskan untuk berangkat jam sekian. Lalu, bagaimana dengan Ibuku?
“Apa sebaiknya aku beritahu Ibu saja yah?” tanyaku pada Himma untuk meyakinkan
diriku.
“Jangan kak. Kalau diberitahu dari awal, nggak bakalan dikasi izin.
Izinnya nanti saja. Kan kalau sudah terlanjur, mau tidak mau Ibu pasti nerima”
“Lalu, entar izin shubuhnya gimana
nih?” tanyaku dengan becanda
“Nggak punya otak apa. Cari alasan apa kek?” jawabnya becanda pula. Kami
pun saling tertawa.
Kami lalu bertukar fikiran. Berbohong. Terpaksa jadi jalan satu-satunya.
Paling tidak untuk sementara waktu. Dan ternyata alasanku diterima. Akhirnya,
aku bisa berangkat pagi-pagi sekali dengan tenang. Usai shalat shubuh aku mandi
dan langsung berangkat. Dan dihari pertama mengikuti daurah, saat menyusuri
jalan, sosok Laila membangunkan fikiranku. Sayang, sudah tak ada Laila
bersamaku. Hari ini, aku harus berjalan sendiri tanpanya. Hari ini, tak ada
lagi teman untuk tertawa dikala harus menahan lapar. Tak ada teman untuk
berteduh, dikala harus melepas lelah sejenak. Tapi, apa boleh buat.
Dan hari pertama mengikuti daurah, alhamdulillah berjalan dengan sukses
begitupun selanjutnya di hari ke dua. Namun, ketika memasuki hari ke tiga
hatiku ciut. Aku kehabisan ongkos untuk esoknya. Sementara itu, aku harus
membayar hutang pada Humairah. Apa yang harus kulakukan? Mau pulang berusaha,
nggak bakalan. Apalagi hari sudah sore. Aku sampai dirumah sesudah Isya. Minta
sama Ibu tidak mungkin. Apalagi dapur kutinggalkan dalam keadaan tak berasap
beberapa hari ini. Aku merasa tak punya jalan sama sekali. Namun, aku tetap
berusaha menenangkan diri. Rezki Allah mana ada yang tahu?
Hingga setibanya aku dirumah, aku seolah mendapatkan angin segar. Akan
ada rezki esok hari, kata Himma padaku setelah kuutarakan keluhanku padanya.
Sebenarnya aku ragu, namun Himma tetap meyakinkanku. Dan pagi kemudian, aku
benar-benar melihat bukti kemahakuasaanNya. Walau tak banyak tapi setidaknya
cukup untuk ongkos pulang pergi untuk hari itu dan aku juga bisa membayar
hutang. Dan lagi-lagi bantuan itu kuterima tanpa sepengetahuan ibuku. Dalam
hati aku sangat berterima kasih atas kebaikan adikku Himma. Aku bersyukur
mempunyai saudari sepertinya.
Dan di hari itu pula, di hari ketiga daurah tersebut, aku merasa
mendapatkan rezki yang berlipat ganda. Yah, aku merasa sedang mendapatkan
hadiah. Hadiah yang begitu berharga yang diberikan Allah untukku. Hadiah itu di
bungkus dalam sebuah untaian kata-kata nan indah.
“Ketahuilah akhawati fillah, bahwa kalian yang berada diruangan ini
adalah orang-orang yang telah dicatat namanya oleh Allah di Lauhil mahfudz, 50
ribu tahun lamanya, jauh sebelum dunia tercipta”
Subuhanallah. Namaku telah tercatat bersama dengan para thalabul ‘ilmi,
jauh sebelum dunia tercipta. Hatiku bergetar hebat. Kalimat itu sungguh indah
dan membuat damai hatiku. Lelah tentu tak lagi. Karena kurasa itu adalah harga
yang harus kubayar mahal dari hadiah yang telah kuterima dari Allah.
Terima kasih Allah.....!!!
<TAMAT>
Sumber : MADAH
Posting Komentar
Silahkan beri komentar...atau langsung di Buku Tamu...Tentu kami mengharap komentar yang Anda kirim adalah komentar yang menggunakan kata-kata yang baik dan sopan, jangan lupa cantumkan identitas Anda dan tidak menggunakan Anonim. syukran
youtube downloader